Menyemai Kreator Peradaban
Ini bukan tergolong buku baru, tapi juga belum terlalu lama. Pas jalan di toga mas kok ngeliat ada buku ini, ya diambil saja. Kalo gak salah 9 tahun lalu terakhir saya baca bukunya pak nuh, ketika beliau jadi rektor. Eh sekarang pas jadi menteri juga masih sempat membuat buku. Sepertinya editornya sama, pak sukemi.
Dari buku ini saya ingin tahu tentang sekomprehensif apa sih pak nuh memahami permasalahan pendidikan dan solusi kreatif apa yang beliau punya. Tentu dengan posisinya sebagai menteri pak nuh bisa menguraikan lebih dalam apa saja masalah pendidikan kita. Tapi menteri bukan pengamat, selain tahu masalahnya apa, pak menteri juga harus bertindak menyelesaikan masalah itu.
Terlebih Indonesia adalah negara yang besar, beragam, dan luas. Sehingga kompleksitas masalah menjadi semakin rumit. Pastinya solusi yang diberikan tidak akan semudah Singapore atau Finlandia dalam memajukan pendidikannya. Tapi juga tidak akan sesulit India, karena kita tidak mengenal kasta.
Namun ketika membaca halaman pengantar, saya kecewa…
Pak Nuh masih saja menjadikan ungkapan itu sebagai paradigma berpikirnya. Yakni: kalo gak bisa nolongi, maka jangan nganggu. Saya sedih membaca ungkapan itu di bagian awal2 buku yang judulnya muanteb.
Alasan kesedihan saya, pak nuh masih saja mengotakkan orang sebagai yang nolongi atau sebagai yang tidak mengganggui. Padahal pengotakkan itu sadar atau tidak akan menjadi panduan dalam berpikir dan terefleksi dalam perkataan dan perbuatan. Yang mana ironisnya pengotakkan harusnya dieliminir lewat pendidikan.
Namun lepas dari pendahuluan itu, bagi siapapun yang ingin mendapatkan tulisan bermutu tentang pendidikan, saya kira akan terpuaskan dengan membaca buku ini. Beliau sebagai pendidik, ahli agama, mampu memberikan analogi analogi untuk mempermudah hal yang rumit.
Penjelasan tentang latar belakang dari tiap kebijakan yang dibuatnya juga ada di buku ini. Sebutlah bidik misi dan kurikulum 2013, tapi saya belum baca yang tentang UN.
Yang belum terbaca juga tentang langkah beliau dalam menerapkan good governance di kementerian pendidikan dan kebudayaan. Sebagai kementerian yang paling besar mengelola uang negara, mestinya good governance menjadi prioritas untuk memastikan bahwa uang negara memang tersalurkan dengan baik lewat kebijakan yang baik.
Kurang muanteb jika kebijakan kebijakan beliau yang pro guru, pro mahasiswa miskin, pro desa tertinggal, pro kreatifitas, dan pro pro lainnya ternyata diselewengkan oleh anak buah gara gara belum terbentuk good governance di kemendikbud. Meskipun demikian, langkah beliau mengangkat Haryono Umar sebagai irjen patut diapresiasi.
Please continue writing such beneficial articles,
I really like this sort of ideas!
Hi there, this is certainly such a fantastic subject to understand about.
I have been searching for this info for a long time, but I was not able to get a trustworthy source so
far. Thanks a lot.
I was wondering if you have a twitter page. Thanks a lot for the striking article.
Heya, this is such an awesome subject to understand
about.
gue suka artikelnya!
gue suka gaya looee
thanks yaaaaaaaaa
maaannntaaapppppp
sebuah buku yang menarik sekali