TKI di Taiwan, Kuliah Saat Bekerja

Umumnya ada dua istilah yang berkenaan dengan kuliah dan bekerja, yakni kuliah sambil bekerja dan satunya lagi, bekerja sambil kuliah. Istilah kuliah sambil bekerja menunjukkan mahasiswa yang nyambi kerja. Profesi utamanya adalah mahasiswa dan untuk mendapatkan tambahan uang atau mencari pengalaman, mahasiswa itu bekerja paruh waktu.

Sedangkan istilah bekerja sambil kuliah menunjukkan seorang yang selama hari kerja dan jam kerja profesinya adalah pegawai atau wiraswasta dan saat hari libur atau jam istirahat, mereka meluangkan waktu untuk kuliah. Kuliah sambil bekerja ataupun bekerja sambil kuliah bukanlah hal yang mudah dilakukan setiap orang. Butuh ketekunan, disiplin, dan kemauan sekeras baja untuk membuat keduanya berhasil.

Di Taiwan saya mengamati adanya aktifitas baru terkait kuliah dan bekerja. Ada seorang pekerja yang tiap minggu tidak mendapatkan hari libur. Artinya di hari Minggu pun dia tetap harus bekerja seperti biasa layaknya di hari kerja. Namun hebatnya dia bisa ikutan kuliah layaknya kuliah sungguhan. Dia bisa menyimak dosennya mengajar, bisa pula mengajukan pertanyaan, berdiskusi dengan teman-temannya, dan hal-hal umum lainnya dalam suatu kuliah. Semua aktifitas perkuliahan itu dia lakukan bersamaan dengan dia bekerja.

Awalnya saya menggolongkan aktifitas ini dalam istilah bekerja sambil kuliah. Namun lambat laun saya merasa kurang tepat jika dimasukkan dalam istilah itu. Kalo disebut bekerja sambil kuliah, harusnya dia punya hari libur dan kuliah di saat libur itu. Sementara yang terjadi adalah saat dia ikut kuliah, dia juga sedang bekerja dan mendapatkan gaji dari pekerjaannya. Maka kemudian saya menyebut aktifitas ini dengan istilah kuliah saat bekerja.

Terdengar tidak mungkin memang, tapi itulah yang saya temui pada TKI di Taiwan. Sebagian besar TKI di Taiwan pekerjaannya adalah menjaga dan merawat Ama (Nenek) atau Akong (Kakek). Pekerjaan ini tentu tidak mengenal hari libur, selama Ama nya terjaga maka selama itu dia bekerja. Meskipun kondisinya demikian, TKI di Taiwan tidak terbelenggu dan menyerah dalam keterbatasan itu. Saat Universitas Terbuka (UT) bekerjasama dengan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) membuka program pendidikan jarak jauh, jumlah peminat yang mendaftar sebanyak 93 mahasiswa.

Mereka benar-benar menerapkan istilah kuliah saat bekerja. Dalam sebuah tutorial tatap muka yang dilakukan secara streaming misalnya. Mahasiswa mengikuti perkuliahan sambil menjaga Ama. Di laptop mereka yang terkoneksi dengan internet, mereka bisa melihat tutornya memberikan kuliah lewat webcam. Sementara di depan laptop, mahasiswa menyimak penjelasan tutor sambil sesekali mengamati kondisi Ama nya.

Dalam tutorial streaming, mahasiswa pun dapat memperhatikan coretan-coretan tutor di file presentasi materinya lewat papan virtual. Untuk berdiskusi dengan mahasiswa lainnya, mereka bisa bertukar pesan di chat room yang tersedia. Jika ada pertanyaan yang ingin diajukan atau menjawab pertanyaan dari tutor juga tidak susah. Tutor tinggal memilih mahasiswa mana yang akan diaktifkan webcamnya serta diberi akses mencoret-coret di papan virtual. Maka mahasiswa pun bisa leluasa menuangkan apa yang ada di benaknya, senyata di papan tulis dan ruang kelas sesungguhnya.

Kuliah saat bekerja tentu saja punya keunikannya sendiri. Ada cerita dari mahasiswa, saat sedang mengikuti tutorial streaming tiba-tiba Ama nya membutuhkan perawatan, atau minta dibikinin makan, atau ingin dibelikan sesuatu. Maka ditinggallah laptop dalam keadaan menyala, sementara dia sibuk mengurusin Ama nya. Untungnya, tutor tidak akan mengetahui hal itu. Selama laptop tetap nyala dan konek internet, maka tutor menduga si mahasiswa sedang menyimak penjelasannya.

Dalam hal ini kesabaran dan ketelatenan tutor dalam memahami kondisi mahasiswa yang kuliah saat bekerja patut diapresiasi. Para tutor yang merupakan anggota PPI Taiwan adalah alumni universitas ternama di Indonesia yang sedang kuliah di Taiwan. Bahkan tidak sedikit yang berprofesi sebagai dosen di UGM, UI, dan ITS. Mereka, dengan jiwa sosialnya yang tinggi, memberikan materi dan motivasi bagi para TKI yang menjadi mahasiswanya. Meskipun tidak jarang, tanpa disengaja tentunya, mereka ditinggal bicara sendiri di depan webcam, sementara mahasiswanya sedang merawat Oma.

Selain tutor, majikan juga punya peranan yang besar dalam berjalannya aktifitas kuliah saat bekerja. Majikan yang baik hati akan mengijinkan TKI untuk mendaftar sebagai mahasiswa. Mereka juga memberikan kelonggaran bagi TKI saat mengikuti tutorial streaming. Intinya selama pekerjaan yang menjadi tugas TKI beres, maka ada keleluasaan yang diberikan untuk mengikuti kuliah.

Bahkan pernah kami menjumpai, majikan yang mengantar sendiri TKI nya ke kantor KDEI. Mereka bertanya-tanya kepada petugas pendaftaran, menyelidik tentang keberadaan dan kualitas Universitas Terbuka. Setelah penjelasan diberikan dan melihat begitu bersemangatnya TKI untuk ikut kuliah, maka justru majikan itu yang menanggung seluruh biaya kuliah mahasiswa dalam satu semester.

Dalam aktifitas kuliah saat bekerja ini, kemauan sekeras intan dari mahasiswa bertemu dengan kepedulian dari tutor dan pengertian majikan. Maka proses perkuliahan pun bisa berjalan, meski dengan keterbatasan. Ini yang terkadang dipertanyakan oleh beberapa pihak, tentang kualitas pengajaran yang diberikan. Bahkan ada yang langsung mengkritik aktifitas tersebut dan mencemooh para pelakunya, tidak ada pemakluman sedikitpun.

Memang tidak bisa dielak, ada kualitas yang dikorbankan dalam aktifitas kuliah saat bekerja ini. Di kuliah yang nyata saja, proses pembelajaran tidak bisa berjalan dengan ideal. Apalagi ini dilakukan lewat virtual dan pada saat yang bersamaan mahasiswa tidak hanya menyimak perkuliahan namun juga sekaligus bekerja.

Meskipun demikian, aktifitas kuliah saat bekerja akan membekaskan makna yang dalam bagi mahasiswa. Mereka yang seringkali dianggap sebelah mata, ternyata berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Sebuah mimpi yang mungkin telah mereka kubur saat memutuskan berangkat ke luar negeri sebagai TKI. Kini ketika kesempatan itu datang kembali dan mampu mereka wujudukan, tentu akan meningkatkan rasa percaya dirinya. Pada yang mana, rasa percaya diri itu merupakan karakter penting yang perlu ada untuk meraih sukses di masa depan.