Blog cak alief

Tak pernah berhenti berjuang…

Buat Apa?

Buat apa ada peraturan Drop Out (DO) kalo ternyata Ketua Jurusan mau “memaksa” dosen untuk mengubah nilai supaya mahasiswanya lulus. Buat apa ada evaluasi kalo ternyata orang tua bisa nelpon dan “minta tolong” dosen supaya nilai mahasiswanya bisa dinaikkan. Buat apa ada pengajaran tiap minggu kalo ternyata “kekuasaan” bisa merubah hasil akademik mahasiswa dengan “tipu muslihat” nya.

Kenapa saya tidak punya kekuatan untuk mengatakan tidak??? Padahal itu hanya sebuah kertas berkop dan tanda tangan seorang Kajur??? Padahal itu hanya seorang anak yang “merengek-rengek”???

Apakah saya terlalu baik hati??? Tapi apakah ini yang namanya baik hati??? Mengganti nilai seorang mahasiswa karena ada surat dari Kajur dan didatangi sama bapaknya yang minta tolong – minta tolong…….

Apa karena saya terlalu percaya sama mereka, para mahasiswa, bahwa mereka mau berubah??? Bahwa mereka masih punya masa depan yang mungkin masih cerah??? Bahwa mereka bisa saja menjadi sukses???

Almamaterku…. aku telah menghianatimu…. mencemarkan nama harummu….

Agustus 8, 2007 - Posted by | ke-ITS-an

17 Komentar »

  1. Buat formalitas Pak..
    Kan “bisa diatur”..

    Komentar oleh Arief Fajar Nursyamsu | Agustus 8, 2007 | Balas

  2. peraturan DO cuma hiasan

    Komentar oleh roffi | Agustus 8, 2007 | Balas

  3. Kenapa saya tidak punya kekuatan untuk mengatakan tidak???

    hmm analisisnya:
    1. cak alief menyetujuinya
    2. posisi cak alief masih dosen muda (yunior)

    Komentar oleh Luthfi | Agustus 8, 2007 | Balas

  4. Biasanya sih aturan DO itu diberlakukan bila sang mahasiswa benar-benar mencemarkan nama baik PT ybs.

    Tapi, klo masalah nilai… wah-wah… PTN sebesar ITS bisa begitu ya?

    Komentar oleh mathematicse | Agustus 8, 2007 | Balas

  5. masak sampe gitu cak…!!!
    semoga cak alief tidak akan pernah melakukannya lagi
    ayo cak..trus berjuang…!!!

    Komentar oleh nrkhlsmjd | Agustus 9, 2007 | Balas

  6. # luthfi:
    karena saya sudah mengganti nilainya, maka berarti secara tidak langsung saya sudah menyetujuinya dengan perbuatan. Pertimbangan saya, mungkin anak itu masih bisa berubah…. Meskipun yang saya lakukan salah.

    # nrkhlsmjd:
    Kadang saya juga tidak percaya, sebuah Perguruan Tinggi, negeri lagi, ITS lagi, melakukan “praktek” semacam ini. Apa ini karena sistem “jalur khusus” itu, yang membuat orang kaya merasa sudah bayar mahal jadi anaknya harus lulus. Atau mungkin praktek semacam ini sejak dulu sudah turun-temurun dilakukan oleh para kajur, hanya saja saya baru mengetahuinya…..

    # Arief; Roffi; Al Jupri:
    Semoga saja ITS umumnya dan jurusan2 di bawahnya, mau segera melakukan evaluasi terhadap hal2 seperti ini….

    Komentar oleh Alief | Agustus 10, 2007 | Balas

  7. yah begitulah dilema dosen (di Indonesia cak) profisiat tetap aktif ngeblog, gak kayak saya yang baru aktif lagi. makasih masih nengokin blog saya. haha

    Komentar oleh Kang Adhi | Agustus 10, 2007 | Balas

  8. Mengganti nilai seorang mahasiswa karena ada surat dari Kajur dan didatangi sama bapaknya yang minta tolong – minta tolong…….

    kalau saya jujur, ini tindakan yang tidak mendidik. usaha2 seperti ini lah yang seharusnya kita mulai unutk singkirkan. seharusnya ada kata hati yang mendorong untuk mengatakan tidak, seperti yg dilakukan oleh komunitas air mata guru2 di medan, yang rela menerima resiko dipecat hanya karena menolak memberi jawaban kepada siswa2nya saat UAN…

    ironi dan menyedihkan memang. sayang sekali kita tak punya upaya sungguh2 untuk menegakkan apa yang benar menurut kata hari kita.

    mas, bukankah ada solusi yg lebih baik, misalnya melakukan ujian ulangan, tugas tambahan atau apalah untuk melegitimasi ‘perubahan’ nilai itu. walau tricky, tapi itu legal dan ada unsur upaya/usaha dari mahasiswa itu untuk memperbaiki nilai walau diinisiasi oleh pihak dosen.

    banyak jalan menuju kebaikan bersama, insya Allah.

    Komentar oleh noertika | Agustus 10, 2007 | Balas

  9. halah cak, moso’ nang mesin wae iso koyo ngono… turut prihatin…

    btw, aku ganti blog cak, wes males karo seng biyen, lagi pengen ganti suasana baru, alamat seng anyar iki lho.

    Komentar oleh agus_mu | Agustus 15, 2007 | Balas

  10. Kalau masih merasa bersalah, berarti hati nurani masih bekerja dengan baik. Dalam situasi sulit, siapapun cenderung untuk mengambil keputusan yang memiliki tingkat resiko paling rendah untuk dirinya walaupun keputusan itu mungkin bertentangan dengan kata hatinya. Kesanggupan setiap orang dalam menghadapi dan menerima resiko tentu berbeda-beda, demikian juga dengan kekuatan hati nuraninya. Itu yang membuat keputusan orang bisa berbeda-beda meskipun menghadapi masalah yang sama.
    Btw … saya barusan copy darat dengan bloger di Jakarta yaitu Pak Dewo, gayeng banget sampai 3 jam ngobrol. Liputannya Pak Dewo yang posting dan di-pingback ke blog saya, jadi saya gak usah repot-repot bikin postingan lagi. Tapi sayang tidak sempat copy darat dengan Mbelgedez karena saya keburu harus kembali ke habitat saya. Saya jadi pingin copy darat lagi sama bloger Surabaya kalau ada kesempatan lagi, terutama dengan Cak Alief. Terimakasih dan salam eksperimen.

    Komentar oleh Paijo | Agustus 15, 2007 | Balas

  11. nilai, ujian, pelajaran, dan hasil akhir. DO. Menyakitkan rek. dengan mengatasnamakan masa depan yang “mungkin” masih ada lebih baik, boleh juga di lakukan. Ojo terlalu saklek pak, DO itu tidak muncul seketika, tpi bisa di deteksi sejak dini. Mulai saat ini, terpkan pencegahannya. Masih ingat saat jadi mahasiswa, harus “mendampingi” yang ini, yang itu. Jadi paling asyik, deteksi sejak dini.

    Komentar oleh candra | Agustus 15, 2007 | Balas

  12. # kang adhi:
    Saya akan berusaha untuk tetap mampir, nengok dan melihat2 blog sampean 🙂

    # noertika:
    Smestinya memang tugas dan ujian ulangan bisa saya lakukan, tapi bg mhs hal semacam itu malah dijadikan “pegangan”. Mereka akan malas belajar sewaktu UAS dan berdalih, “kan bisa minta tugas dan ujian ulangan”….. Sehingga untuk semester kemaren saya tiadakan kebijakan tersebut. Eh njelalah, ketika 1 bulan nilai sudah diumumkan, muncul surat sakti dari Kajur itu…..

    # agus mu:
    Untuk kasus saya ini, terjadi di jurusannya Putri Indonesia 2007. Kebetulan saya kasih kuliah servis di sana… Selama 2 tahun kasih kuliah, selama itu pula saya selalu dapat surat dari Kajur untuk kasus yang sama. Tapi bukan berarti di Mesin tidak ada, di Mesin ya sama saja….

    # paijo:
    Terima kasih atas ulasannya yang melegakan hati. Kalo lihat nama paijo, sya selalu terkenang dengan pertemuan kita di graha ITS, dan terlebih atas semangat sampean untuk bereksperimen dan membagikannya ke orang lain. Sungguh sangat menginspirasi diri saya.

    # candra:
    Terima kasih atas sarannya. Aku iku “mangkel’e” yo amargo sejak awal arek’e wis tak deteksi, wis tak treatment, wis tak motivasi, wis tak “keplaki” tapi tetap aja mbalelo…. Dan di ujung2nya setelah UAS dan nilai keluar, si anak, bapak, dan Kajurnya punya kemauan seenaknya sendiri…. Mengabaikan proses perkuliahan dan pembelajaran yang sudah berjalan.
    Tapi semoga keputusan ini dpat dimanfaatkan sebaik mungkin sama mhs tersebut. Kita hanya bisa berharap.

    Komentar oleh Alief | Agustus 16, 2007 | Balas

  13. setuju dengan cak alief
    btw, kasihan juga ya kalo sampe di-DO
    mendingan OD( out dewe) 🙂

    Komentar oleh d3n4 | Agustus 16, 2007 | Balas

  14. wih pak,,bapak jgn ngecewain saya dong, saya muritnya bapak n saya g trima klo bapak pasrah2 aja disuru nambah2in nilai mahasiswa yang menurut bapak sendiri g pantas dpt nilai bgs..
    tar saya ngiri lo pak..!elemen mesin 3 saya aja cuma bpk kasi C, pdhl menurut saya sendiri, saya matching bgt klo dpt B pak..he2.
    paling g bapak protes2 dikit lah..y pak y? I’m on ur back pak!=)

    Komentar oleh shadylady | Agustus 24, 2007 | Balas

  15. # d3n4:
    ya lebih baik mengundurkan diri saja, bisa transfer ke PT lain

    # shadylady:
    mohon maaf ya mbak…. Saya sudah sampaikan keberatan ini ke mailist dosen M-ITS, ternyata tanggapannya biasa aja. 2 dosen yang me-reply mengatakan bahwa praktek semacam ini sudah lazim ditemui. Bahkan di setiap rapat pimpinan ITS tentang evaluasi akademik, langkah semacam ini adalah wajar saja.

    Tentang nilai sampean yang C, kalo semisal ternyata gak benar, bisa diprotes kok. Kan hasil UTS dan UAS nya sudah saya bagikan. Dari situ sampean bisa cek dan kalo saya ada salah nilai, salah koreksi, sampean bisa protes juga.

    Yang pasti dari kejadian ini saya dapat pelajaran berharga. Dan masih banyak yang harus saya perbaiki untuk meningkatkan proses pembelajaran di kelas, utamanya untuk evaluasi ke mhs, supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Apakah pihak itu adalah saya sebagai dosennya, sampean-sampean sbg mahasiswanya, dan ITS sebagai institusi yang kita cintai.

    Komentar oleh Alief | Agustus 28, 2007 | Balas

  16. Salut buat mas Alif, ternyata masih ada dosen yang merasa hal seperti itu salah, berani menyampaikan di mailist dosen lagi. Sampeyan memang top cak 🙂

    btw, nggak mau membongkar masalah ini ta? siapa tahu bisa seperti Inu Kencana (Tadi baru liat seminarnya) hehehe

    Komentar oleh mardun | Agustus 31, 2007 | Balas

  17. kadang saya berfikir untuk berharap2 supaya saya bisa mendapatkan dosen yang tidak killer2, tapi nyatanya saya tidak melakukan hal itu karena fikirku bahwa saya meragukan kemampuanku dong,
    walau kadang itu bisa dilakukan percuma… kita terlalu merengek2 sama nilai, kalo memang nilai kita segitu yah mau diapa lagi, bukankah nilai itu hanya untuk menyatakan kita lulus, apa bedanya IP 3,49 dengan IP, 3,01 sama sama “Sangat memuaskan….”

    Akhirnya tahun ini peraturan di elektro diperketat untuk tidak bisa memilih2 dosen, yah semoga kita bisa belajar dari semua itu.

    Komentar oleh aRuL | September 3, 2007 | Balas


Tinggalkan komentar